LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN PEMOTONGAN TERNAK
“RUMAH PEMOTONGAN HEWAN PENGGARON
HENI PRATIWI
|
23010113120033
|
|
|
PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
LEMBAR
PENGESAHAN
Nama
Mahasiswa : Heni Pratiwi
Nomor Induk
Mahasiswa : 23010113120033
Kelompok : VA
Tanggal Pengesahan : April 2016
Mengetahui,
|
|||||||
Koordinator Umum Asisten Praktikum
Manajemen Pemotongan Ternak
Asri Aini Sofia Siregar
NIM. 23010112130120
|
Asisten Pembimbing
Ibnu Tri Putro
NIM. 23010112130281
|
||||||
Menyetujui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Manajemen Pemotongan Ternak
Dr. Ir. Endang Purbowati, M.P.
NIP. 19640104 199103 2 001
LEMBAR
PENGESAHAN
Nama
Mahasiswa : Heni Pratiwi
Nomor Induk
Mahasiswa : 23010113120033
Kelompok : VA
Tanggal Pengesahan : April 2016
|
Nomor
|
Hasil
|
Evaluasi
|
Referensi
|
1.
|
Kondisi
umum rumah pemotongan hewan
a. Nama : Rumah Potong Hewan Penggaron
b. Alamat : Jl Brigjen Sudiarto KM 11 Penggaron
Kidul, Kecamatan Pedurungan, Semarang.
c. Luas : 5 ha
d. Bangunan : 4.760 m2 , meliputi
ruang pemotongan , ruang pengeletan, ruang pembersihan jerohan, laboratorium
dan kantor.
e.
Jarak antar
bangunan : 20 m
f. Jarak dengan jalan raya :1 km
g. Jarak dengan pemukiman :300 m
h. Jarak dengan pusat kota : 10 km
i. Jarak dengan kampus : 13 km
j.
Fasilitas
: pengolahan limbah, air, listrik, sumur gali, kandang transit, tempat pemotongan.
k.
Jarak
penampungan limbah : ada
l.
Sumber
air : sumur bor
m. Tenaga kerja : 30 orang babi dan 36 sapi
n. Struktur organisasi : lampiran 2.
o. Kapasitas kandang penampungan : sapi 300
ekor dan sapi 250 ekor.
p. Jumlah pemotongan setiap hari : 25 ekor
sapi dan 30 ekor babi.
q. Biaya pemotongan per ekor : Rp 70.000 untuk
sapi dan Rp 40.000 untuk babi
|
a.
Rumah
potong hewan Penggaron secara umum sudah memenuhi kriteria rumah potong hewan
yang baik karena memiliki fasilitas yang cukup meliputi ruang pemotongan, ruang
pembersihan jeroan, tempat penampungan limbah dan kantor.
b.
Lokasi
rumah potong hewan Penggaron sudah memenuhi syarat teknis lokasi yang baik
karena memiliki akses jalan yang baik, terletak di belakang terminal Penggaron
sehingga akan mempermudah dalam proses transportasi.
c.
Lahan
seluas 5 ha sudah cukup luas sehingga cukup untuk lokasi pengembangan RPH.
d. Kompleks bangunan RPH sudah cukup baik
karena sudah memenuhi syarat bangunan atau konstruksi rumah potong hewan.
e.
Jarak
antar bangunan sejauh 20 m sudah baik karena sudah memenuhi syarat yang
diatur oleh Peraturan Menteri Pertanian tahun 2010.
f.
Jarak
lokasi RPH dengan jalan raya sejauh 1 km sudah baik karena akan mempermudah
dalam proses transportasi.
g. Jarak lokasi RPH dengan pemukiman sejauh 300
m, hal ini belum memenuhi standar karena jarak minimal dengan pemukiman warga
seharusnya sekitar 2-3 km sehingga manajemen pengelolahan limbah harus
dilakukan semaksimal mungkin agar tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan.
h. Jarak lokasi RPH dengan pusat kota sudah
cukup dekat karena apabila jarak dengan pusat kota jauh maka dapat mengakibatkan
penurunan kualitas daging saat proses transportasi.
i. Jarak lokasi RPH dengan kampus tidak terlalu
jauh sehingga memudahkan saat pelaksanaan praktikum.
j.
Fasilitas
yang terdapat pada RPH Penggaron sudah cukup.
k. Penampungan limbah sudah baik karena sudah didesain
sesuai dengan yang diatur pada Peraturan Kementrian Pertanian.
l. Sumber air bersih berasal dari sumur bor
sehingga ketersediaan air tetap terpenuhi.
m. Jumlah tenaga kerja sudah memenuhi karena
proses pemotongan ternak dapat selesai sekitar pukul 05.00 pagi sehingga
daging dapat segera di jual ke pasar.
n. Sudah baik, hal ini berarti organisasi
sudah terstruktur sehingga ada kejelasan fungsi setiap bagiannya.
o. Kapasitas kandang penampung sudah memenuhi
syarat yang diatur oleh peraturan pertanian tahun 2010.
p. Jumlah pemotongan ternak setiap hari dapat
ditampung di kandang penampung.
q. Biaya pemotongan sapi per ekor sudah berada
pada kisaran standar.
|
a.
Rumah
pemotongan hewan merupakan bangunan yang didesain dengan syarat tertentu yang digunakan
sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Permentan No
13/OT.140/1/2010).
b. Syarat teknis lokasi rumah pemotongan hewan
adalah memiliki akses jalan yang baik (SNI, 01-6159-1999). Akses jalan yang
baik menuju RPH harus dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan
kendaraan pengangkut daging (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
c.
Persyaratan
lokasi RPH yaitu memiliki lahan yang luas, lahan cukup untuk pengembangan
RPH, tidak berada ditengah kota dan letaknya lebih rendah dari rumah penduduk.
(Permentan No 13/OT.140/1/2010).
d.
Bangunan RPH yang baik harus terdapat bangunan utama, kandang isolasi,
kantor, sarana penangan limbah, kandang istirahat, rumah jaga, kantin, (SNI, 01-6159-1999).
e. Kandang penampung sementara berjarak paling
kurang 10 m dengan bangunan utama (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
f.
Jarak
lokasi RPH sebaiknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota, dekat dengan jalan
besar (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
g.
Jarak
lokasi RPH dengan pemukiman penduduk sebaiknya sekurang-kurangnya berjarak
2-3 km, agar tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan
(Setiajatnika, 2011).
h.
Jarak
lokasi RPH sebaiknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota, dekat dengan jalan
besar, jalan kereta api dan pasar hewan (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
i.
–
j.
RPH
harus memiliki fasilitas pengolahan limbah, tersedia fasilitas listrik, air
bersih, tempat pemotongan (Setiajatnika, 2011).
k. Tempat penampungan limbah didesain agar
mudah diawasi, mudah dirawat, tidak menimbulkan bau dan memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
l.
RPH
harus memiliki sumber air bersih yang cukup dan terus menerus, paling kurang
1000 liter/ekor/hari (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
m. Setiap RPH harus memperkerjakan paling
kurang 1 dokter hewan, 1 tenaga pemeriksa daging, 1 juru sembelih, 1
penanggung jawab teknis dan 1 tenaga ahli potong (Permentan No
13/OT.140/1/2010).
n.
Struktur
organisasi dalam suatu instansi berfungsi untuk mempermudah koordinasi,
mengidentifikasi dan mengelola sumber daya manusia (Gammahendra et al., 2014).
o. Kapasitas kandang penampung
sekurang-kurangnya memiliki daya tampung 1,5 kali jumlah pemotongan ternak
setiap hari (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
p. Jumlah ternak yang dipotong setiap hari
harus sesuai dengan kapasitas kandang penampung (Permentan No
13/OT.140/1/2010).
q.
Biaya tarif retribusi pemotongan sapi di RPH Semarang
sebesar Rp. 18.000/ekor, sedangkan babi sebesar Rp. 2.500/ekor (Perda Kota Semarang
Nomor 2, 2002). Pendapatan Jagal di RPH Penggaron dapat mencapai Rp.19.080.000/minggu tergantung jumlah ternak yang
dipotong setiap harinya (Bagja, 2013).
|
2.
|
Pemerikasaan
ante mortem ternak sapi
a. Bangsa :
Simmental >< Peranakan Ongole (SimPo)
b. Umur (Poel) :
2,5 tahun (poel 2)
c. Jenis kelamin : jantan
d.
Asal
ternak : Pati
e. Bobot potong : 470, 9 kg
f. Lingkar dada : 195 cm
g. Panjang badan : 165 cm
h.
Tinggi
pundak : 142 cm
i. Body
condition score : 5
j. Kondisi kesehatan ternak : sehat
k. Lama pengistirahatan : 12 jam
|
a. Sapi SimPo memiliki ciri-ciri berwarna
cokelat dengan ciri khas adanya bentuk segitiga berwarna putih pada dahi.
Sapi simpo memiliki produktivitas yang tinggi sehingga cocok dipilih untuk
dijadikan ternak potong.
b. Sapi sudah dewasa tubuh sehingga sudah siap
untuk dipotong.
c. Ternak yang dipotong merupakan ternak
jantan, hal ini sudah sesuai karena ternak betina produktif memiliki larangan
untuk dipotong. Selain itu ternak jantan memiliki pertumbuhan yang lebih
cepat jika dibandingkan dengan ternak betina dan daging yang dihasilkan juga
lebih banyak.
d. Asal ternak dari pati yaitu sekitar 3 jam
perjalanan dari kota Semarang. Hal ini sudah sesuai karena apabila jarak
transportasi terlalu jauh akan mengakibatkan ternak stres.
e.
Ternak
sudah mencapai bobot potong, sehingga ternak sudah siap untuk dipotong.
f.
Sudah
baik
g.
Sudah
baik
h.
Sudah
baik
i.
Nilai
BCS 5 pada ternak sapi potong menunjukkan konformasi tubuh sapi kompak dan
struktur tulang tidak terlihat.
j. Kondisi ternak baik, karena ternak dalam
keadaan sehat sehingga kualitas daging yang dihasilkan juga bagus.
k. Sebelum ternak dipotong sudah dilakukan
pemuasaan. Pemuasaan bertujuan untuk memperoleh bobot tubuh kosong.
|
a.
Sapi Simpo
merupakan sapi persilangan antara Simmental dengan sapi Peranakan Ongole yang
memilki ciri-ciri warna putih dengan bentuk segitiga pada dahi (Arifin,
2015). Sapi Simpo memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, pedet yang
dihasilkan memiliki bobot yang lebih besar serta memiliki daya jual yang
tinggi (Endrawati, 2010).
b.
Penentuan
umur ternak dapat dilakukan dengan memperhatikan jumlah gigi seri tetap
(poel), sapi dengan gigi poel 4 berumur sekitar 2,5 -3 tahun (Yulianto dan
Cahyo, 2014). Sapi yang berumur 2-2,5 tahun sudah mengalami dewasa tubuh (Sudarmono
dan Sugeng, 2008).
c. Ternak jantan pertumbuhannya lebih cepat
dari sapi betina dan sapi jantan menghasilkan daging lebih banyak (Yulianto
dan Cahyo, 2010). Ternak ruminansia betina produktif dilarang untuk dipotong
kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan, dan/atau pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
d. Proses
transportasi akan menyebabkan terjadinya stres dan penyusutan bobot badan
(Fikar dan Dadi, 2010).
e. Sapi seharusnya dipotong pada waktu yang
optimum bagi peternak yaitu saat bobot badan dan dan komposisi tubuh yang dihasilkan
seimbang dengan pakan dan biaya yang dikeluarkan (Muhibbah, 2007). Bobot
potong sapi berkisar antara 350-400 kg (Hafid dan Priyanto 2006).
f. Cara mengukur lingkar dada dapat dilakukan
dengan cara melingkarkan pita ukur pada tubuh ternak tepat dibelakang kaki
depan, ukuran lingkar dada berkorelasi positif dengan bobot badan, ukuran
lingkar dada dapat digunakan untuk menaksir bobot badan ternak dengan
menggunakan rumus schroll (Yulianto
dan Cahyo, 2014).
g.
Pengukuran
panjang badan dapat dilakukan dengan menggunakan mistar ukur, diukur mulai
dari sendi bahu sampai tulang tapis (Yulianto dan Cahyo, 2014). Ukuran linier
tubuh yang dapat dipakai dalam memprediksi produktivitas sapi diantaranya
panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada (Muhibbah, 2007).
h.
Tinggi
pundak dapat diukur dengan menggunakan tongkat ukur mulai dari permukaan
tanah sampai dengan titim tertinggi pundak (Yulianto dan Cahyo, 2014).
i.
BCS
atau body condition score merupakan
metode yang digunakan untuk menilai tingkat kegemukan ternak sapi potong.
Nilai BCS berkisar antara 1-9. (Sodiq dan Machfudin, 2012). BCS 5 menunjukkan
bahwa sapi sangat gemuk dan struktur tulang tidak terlihat lagi (Jaelani et al.,2013).
j.
Ternak
yang akan dipotong harus dalam kondisi sehat, ternak yang sudah tidak
produktif lagi dan ternak yang disembelih dalam keadaan darurat (Hafid dan
Rugayah 2009).
k.
Lama
pemuasaan ternak sebelum dipotong sekurang-kurangnya selama 6 jam (Permentan
No 13/OT.140/1/2010).
|
3.
|
Pemotongan
ternak sapi
a.
Alur
pemotongan ternak : sapi ditimbang sebelum dipotong, lalu sapi dipotong
bagian kepala, sapi dikuliti, digantung, isi perut dikeluarkan dan
penimbangan karkas. (Lampiran 3.).
b.
Tukang sembelih ternak : Bapak Siswondo.
c. Peralatan pemotongan ternak : kapak, golok,
pisau, mesin pengangkat, besi penyangga tubuh ternak setelah disembelih.
d. Bobot darah : 18,83 kg
e.
Lama
pengeluaran darah : 1 menit 20 detik.
f. Bobot tubuh kosong : 330 kg
g. Bobot saluran pencernaan : 113,5 kg
h. Bobot karkas : 263 kg
i. Lama pengulitan : 9 menit 36 detik
j.
Bobot
kulit : 34 kg
k. Bobot kaki : 9 kg
l.
Bobot
kepala : 24 kg
m. Bobot hati : 4,6 kg
n. Persentase karkas : 55,85%
o.
Lama
waktu pemotongan : 34 menit 55 detik
|
a.
Alur
prmotongan hewan sudah sesuai dengan sistem kerja di rumah pemotongan hewan.
b. Juru sembelih sudah memenuhi syarat yaitu
menyembelih hewan sesuai syariah islam
c.
Peralatan
pemotongan yang digunakan sudah diperhatikan kebersihannya sehingga menjamin
mutu dan kehigienisan daging yang dihasilkan.
d.
Bobot
darah sapi yang diperoleh 18,83 kg atau 3,9% dari bobot badan.
e.
Lama
pengeluaran darah dihitung dari waktu pertama kali ternak disembelih sampai
darah sudah tidak keluar kembali.
f.
Bobot
tubuh kosong diperoleh dari bobot tubuh dikurangi bobot darah dan bobot
saluran pencernaan.
g. Bobot saluran pencernaan yang
diperoleh sebesar 113,5 kg atau 24,10% bobot badan. Perbedaan bobot saluran
pencernaan dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi.
h.
Bobot karkas diperoleh sebesar 55%. Angka tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan literatur, perbedaan persentase karkas dapat dipengaruhi
oleh bobot potong dan pakan.
i.
Lama pengulitan sudah sesuai dikarenakan tenaga kerja yang
melakukan pengulitan bekerja secara cepat dan cekatan.
j.
Bobot kulit yang diperoleh sebesar 7,22%. Hasil ini lebih rendah
dari literatur, perbedaan bobot kulit dipengaruhi oleh faktor genetik.
k.
Bobot kaki yang diperoleh sebesar 2%. Angka tersebut lebih rendah dari
literatur, hal ini dipengaruhi oleh perbedaan umur, jenis kelamin.
l.
Bobot kepala sebesar 5,09% lebih rendah dari literatur hal ini
dipengaruhi oleh perbedaan umur dan genetik.
m. Bobot hati sebesar 0,97%. Bobot
hati termasuk dalam berat non karkas yang dipengaruhi oleh konsumsi nutrisi.
n.
Persentase karkas sudah baik, berada pada angka standar.
o.
Lama waktu pemotongan sudah baik, lama waktu pemotongan
dipengaruhi oleh kecepatan kerja dari tenaga kerja atau penyembelih.
|
a.
Sebelum
sapi dipotong dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan lalu
dilakukan penyembelihan secara langsung, pengulitan, pengeluaran jeroan,
pembelahan karkas, menggantung karkas dan penimbangan karkas (Asdar, 2014).
b. Setiap orang wajib memperkerjakan paling
kurang satu orang juru sembelih yang halal (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
c. Peralatan yang digunakan untuk menyembelih
ternak harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan,
didesinfektan serta mudah dirawat (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
d. Bobot darah sapi sebesar 3.54% dari bobot
badan. (Lestari et al., 2010).
e. Ternak dianggap mati apabila
pergerakan-pergerakan tubuhnya dan bagian lain sudah berhenti (Asdar, 2014).
f. Bobot badan berkorelasi positif dengan
bobot tubuh kosong, apabila bobot badan tinggi maka akan menghasilkan bobot
tubuh kosong yang tinggi pula. Bobot tubuh kosong merupakan bobot tubuh
setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kemih dan isi saluran
kencing (Hafid dan Rugayah 2009).
g.
Bobot
saluran pencernaan sebesar 27.87% dari
bobot badan. Bobot saluran pencernaan dipengaruhi oleh nutrisi yang
dikonsumsi, semakin tinggi nutrisi yang dikonsumsi maka bobot saluran
pencernaan semakin besar. (Lestari et
al., 2010).
h.
Bobot karkas sapi SIMPO (Simmental Ongole) dapat mencapai 51,18% dari
bobot potong (Agung et al., 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot
karkas diantaranya bobot potong, bangsa umur dan pakan (Lestari et al., 2010).
i. Pengulitan bisa dilakukan di lantai,
pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis
tengah dada dan bagian perut (Asdar, 2014).
j. Bobot kulit sebesar 8,11% dari bobot badan (Lestari et
al., 2010). Faktor genetik
mempengaruhi pertumbuhan relatif otot dan lemak (Soeparno 2005 dalam Sakti et al., 2013).
k. Bobot kaki sebesar 2,23% bobot badan
(Lestari et al., 2010). Persentase
karkas dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin (Muhibbah, 2007).
l. Bobot kepala sebesar 5,42% dari bobot badan
(Lestari et al., 2010). Persentase
karkas dipengaruhi oleh bobot potong, umur, jenis kelamin dan genetik
(Soeparno 2005 dalam Sakti et al,
2013).
m. Bobot hati berkisar antara 2,69 – 3,59%
(Sakti et al. 2013). Bobot hati
dipengaruhi oleh konsumsi (Lestari et
al., 2010).
n.
Persentase
karkas sapi simpo yaitu sebesar 50,60% (Sakti et al., 2013).
o.
–
|
4.
|
Pemeriksaan
ante mortem ternak babi
a.
Bangsa
: Yorkshire
b. Umur : 6 bulan
c. Jenis kelamin :jantan
d. Asal ternak : Kopeng, Salatiga
e. Bobot potong : 100 kg
f. Kondisi kesehatan ternak : sehat
|
a. Babi Yorkshire memiliki ciri berwarna putih
dan ukuran tubuhnya besar, serta telinga tegak.
b. Babi yang dipotong sudah sesuai umur
potong.
c.
Ternak
yang dipotong merupakan ternak jantan, ternak jantan pertumbuhannya lebih
cepat dibandingkan dengan ternak betina.
d.
Ternak
berasal dari Kopeng, Salatiga. Hal ini sudah sesuai karena Salatiga-Semarang
dapat ditempuh kurang lebih selama 2,5 jam sehingga tidak terlalu jauh dan
dapat meminimalisir terjadinya stres pada ternak.
e. Sudah sesuai, ternak babi yang berumur 6
bulan sudah sudah mencapai bobot potong 100 kg.
f.
Kondisi
ternak sebelum disembelih dalam keadaan sehat, terlihat dari kondisi fisiknya
yang tidak terdapat luka.
|
a. Babi Yorkshire berwarna putih, ukuran tubuh
besar dan panjang serta telinga tegak (Susilorini et al., 2008).
b.
Babi
umur 6-8 bulan memiliki bobot badan sekitar 102-113 kg (Susilorini et al., 2008). Babi siap potong
berkisar umur 24-30 minggu) (Lapian et al., 2013).
c.
Ternak
jantan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ternak
betina (Yulianto dan Cahyo, 2010).
d. Proses transportasi akan menyebabkan
terjadinya penyusutan bobot badan (Fikar dan Dadi, 2010)
e. Babi umur 6-8 bulan memiliki bobot badan
sekitar 102-113 kg (Susilorini et al.,
2008).
f. Ternak yang akan dipotong harus dalam
keadaan sehat (Hafid dan Rugayah 2009).
|
5.
|
Pemotongan
ternak babi
a.
Alur
pemotongan ternak : stunning -
menyembelih–perebusan-pengerokan bulu -memotong kepala – menguliti –
mengeluarkan viscera – memotong
karkas – menimbang karkas. (Lampiran 4.).
b. Peralatan pemotongan : kapak, kait besar,
pisau, ember, selang.
c. Bobot darah : 2 kg
d.
Lama pengeluaran
darah : 15 detik
e. Bobot saluran pencernaan : 5,61 kg
f. Bobot karkas : 83 kg
g. Lama pengerokan bulu : 3 menit 30 detik
h. Bobot kepala : 7,28 kg
i. Bobot hati : 2,40 kg
j. Persentase karkas : 83%
k. Lama waktu pemotongan : 1 jam 10 menit
l. Lama pemuasaan : 12 jam
|
a. Alur pemotongan ternak sudah sesuai karena
sudah sesuai dengan prosedur kerja di rumah potong hewan.
b. Peralatan yang digunakan sudah cukup
lengkap dan sesuai, sudah dapat menunjang untuk proses pemotongan ternak.
c. Bobot darah yang diperoleh sebesar 2%
berada dibawah kisaran normal, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya darah yang
tidak tertampung saat penyembelihan sehingga hasil penimbangan darah menjadi
kecil.
d. Proses pengeluaran darah babi dilakukan
secara cepat agar tidak mencemari lingkungan.
e. Bobot saluran pencernaan yang diperoleh
sebesar 5,61% yang berbeda dipengaruhi oleh jenis kelamin dan umur.
f. Bobot karkas yang diperoleh sebesar 83%
sudah berada pada kisaran standar normal.
g. Lama pengerokan bulu tergantung pada kecepatan
pekerja.
h.
Bobot
kepala babi yang diperoleh sebesar 7,28%, nilai hampir mendekati kisaran
normal. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bobot potong.
i.
Bobot
hati yang diperoleh sebesar 2,4% lebih tinggi dari literatur. Faktor yang mempengaruhi
perbedaan bobot organ-organ tubuh adalah pakan.
j. Persentase karkas babi yang diperoleh lebih
tinggi dari literatur. Hal ini dipengaruhi oleh bobot potong yang tinggi.
k.
Lama
waktu pemotongan selama 1 jam 10 menit sudah baik karena apabila proses
pemotongan terlalu lama dapat menurunkan kualitas daging.
l. Lama pemuasaan masih berada dibawah
standar, pemuasaan akan mempengaruhi bobot kosong.
|
a. Sebelum babi dipotong terlebih dahulu
dilakukan penimbangan, lalu pemotongan sambil melakukan penampungan darah,
perebusan, pengerokan bulu, memorong kepala, mengeluarkan jeroan dan
pemotongan karkas (Wea et al.,
2013).
b. Peralatan yang digunakan untuk menyembelih
ternak harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan,
didesinfektan serta mudah dirawat (Permentan No 13/OT.140/1/2010).
c.
Bobot
darah ternak babi umur 4-6 bulan adalah sebesar 4,45% dari bobot badan (Wea et al., 2013).
d. Saat pemotongan dan darah yang keluar
terlihat sedikit maka dilakukan pemotongan lagi dengan cara memotong leher
dengan posisi arah kepala ke bawah agar darah dapat keluar secara maksimal
(Wea et al., 2013).
e. Bobot saluran pencernaan sebesar 6% dari
bobot badan (Lawrie, 2013). Faktor yang mempengaruhi bobot saluran pencernaan
adalah pemberian pakan dan minum (Zajoulie et al., 2015).
f. Bobot karkas babi sebesar 70-80% dari bobot
potong (Aritonang et al., 2011).
g. Sebelum dilakukan pengerokan bulu babi
direndam dalam air panas agar mempermudah dalam proses pengerokan bulu
(Siagian et al., 2005)
h.
Bobot
kepala babi sebesar 7,9% dari bobot badan, bobot kepala dipengaruhi oleh
bobot potong (Wea et al., 2013).
i.
Bobot
hati sebesar 2,1% dari bobot badan (Wea et
al., 2013). Faktor yang mempengaruhi komponenen non karkas adalah pakan
(Lestari et al., 2010).
j.
Persentase
karkas babi berkisar antara 70-80% (Aritonang et al., 2011). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong,
umur, jenis kelamin dan genetik
(Soeparno 2005 dalam Sakti et al,
2013).
k. –
l.
Sebelum
ternak disembelih sebaiknya dilakukan pemuasaan sekitar 18-24 jam untuk
menghindari ternak merasa stres dan mempengaruhi kualitas karkas (Siagian et al.,2005). Pemuasaan bertujuan
untuk mengosongkan saluran pencernaan dan mempermudah dalam proses
penyembelihan (Hafid dan Aka, 2005).
|
6.
|
Pemeriksaan
post mortem :
a. Sapi : daging berwarna merah segar, tekstur
kasar dan kaku, tidak ada memar-memar pada daging dan tidak ditemukan adanya
cacing pada hati.
b.
Babi :
daging berwarna merah pucat, bau khas babi, tekstur lembut dan basah serta
tidak terdapat memar.
|
a. Berdasarkan pemeriksaan post mortem menunjukkan bahwa ternak
dalam kondisi sehat dan normal
b. Hasil post
mortem menunjukkan bahwa ternak dalam kondisi sehat dan normal
|
a. Pemeriksaan post mortem bertujuan untuk pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular dan zoonosis di daerah asal hewan (Permentan
No 13/OT.140/1/2010). Ciri-ciri daging yang baik adalah memiliki tekstur yang
halus, sedang, kasar, berwarna merah muda sampai merah tua dan warna lemak
putih sampai kuning. (SNI 3932:2008).
b. Pemeriksaan post mortem bertujuan
untik mengetahui kualitas produk yang dihasilkan ternak (Goba, 2013).
|
DAFTAR PUSTAKA
Agung, P.
P., M. Ridwan., Handrie., Indriwati., F. Saputra., Suprapto dan Erinaldi. 2012.
Profil morfologi dan pendugaan jarak genetik sapi Simmental hasil silangan. JITV. 19 (2). 112 – 122.
Arifin, M. 2015.Kiat Jitu Penggemukan Sapoi.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Aritonang, S. N., J. Pinem
dan S. Tarigan. 2011. Pendugaan bobot karkas, persentase karkas dan tebal lemak
punggung babi Duroc jantan
berdasarkan umur ternak. J. Pet Ind .13 (2) : 120-124.
berdasarkan umur ternak. J. Pet Ind .13 (2) : 120-124.
Asdar, Z. 2014.
Analisis Proses Pengelolaan Pemotongan Sapi dan Kerbau di Rumah Potong Hewan
Tamangapa Kecamatan Manggala Makassar. Fakultas Peternakan. Universitas
Hasanuddin, Makassar. (Skripsi).
Badan Standarisasi
Nasional. 1999. Rumah Potong Hewan No. 01-6159-1999.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2008.
Mutu Karkas dan Daging Sapi. SNI 3932:2008.
Bagja, A. 2013.
Analisis Pendapatan Jagal Sapi di RPH Penggaron Kota Semarang. Universitas
Diponegoro, Semarang. (Skripsi).
Dewi. 2012. Populasi Mikroba dan Sifat Fisik
Daging Sapi Beku Selama Penyimpanan. Jurnal Agrisains. 3(4): 1-12.
Endrawati1,
E., Endang Baliarti., Dan Subur P, S,B. 2010. Performans Induk Sapi Silangan
Simmental – Peranakan Ongole dan Induk Sapi Peranakan Ongole dengan Pakan
Hijauan Dan Konsentrat. Buletin
Peternakan 34(2): 86-93.
Fikar, S dan Dadi,
R. 2010. Beternak dan Bisnis Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Gammahendra, F., Djamhur, H., M, F, Riza.
2014. Pengaruh Struktur Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi. J Adm Bis. 7(2) : 1-10.
Goba, M.A.
2013. Penanganan dan Distribusi Karkas dan Non Karkas dari Tempat Pemotongan
Babi Jeletreng Gunung Sundur Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor. (Skripsi)
Hafid, H dan R. Aka.
2008. Pengaruh jarak transportasi sebelum pemotongan terhadap karakteristik
karkas sapi Bali. J. Agriplus. 18
(3) : 214 – 219.
Hafid, H.
dan Rugayah, N. 2009. Persentase karkas sapi bali pada berbagai berat badan dan
lama pemuasaan sebelum pemotongan. Dalam : Y.Sani, L.
Natalia, B. W Puastuti, T.Sartika, N. Hayati, A. Anggraeni, R. H. Matondang, E.
Martindah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 13-14
Agustus 2009.Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal :189 – 199.
Hafid, H.H dan R.
Priyanto. 2006. Pertumbuhan dan distribusi potongan komersial karkas sapi australain comercial cross dan brahman cross hasil penggemukan. J. Med
Pet. 29(2): 63-69.
Jaelani A., Djaya
M.S., Yanti M. 2013. Komparasi Pendugaan berat badan sapi bali jantan dengan
metode winter, schrool dan penggunaan
pita ukur dalton. Med Sains. 5(1) :
56-65.
Kementrian Pertanian. 2010. Peraturan Permentan Republik Indonesia Nomor 13/
Permentan/OT.140/1/2010 Tahun 2010 Tentang persyaratan Rumah Potong Hewan
Ruminansia dan Unit Penanganan Daging. Jakarta.
Lapian, M. T. R., P. H. Siagian, W. Manalu, dan R.
Priyanto. 2013. Kualitas karkas babi potong yang dilahirkan dari Induk yang
disuperovulasi sebelum pengawinan. J.
Vet. 14 (3) : 350-357.
Lawrie, R.A.
2003. Ilmu Daging Edisi Kelima. Universitas Indonesia, Jakarta.
Lestari, C.M. S., Hudoyo, Y dan Dartosukarno,
S. 2010. Proporsi Karkas Dan Komponen-Komponen Nonkarkas Sapi Jawa Di Rumah
Potong Hewan Swasta Kecamatan Ketanggungan Kabupaten Brebes. Dalam : L.H.
Prasetyo, L. Natalia, S. Iskandar, W. Puastuti, T. Herawati, N. Hayati, A.
Anggraeni, R. Damayanti, N.L.P.I. Darmayanti, S.E.Estuningsih.Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 3-4 Agustus 2010. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hal : 226 – 231.
Muhibbah, V. 2007. Parameter Tubuh dan Sifat-Sifat
Karkas Sapi Potong pada Kondisi Tubuh yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor,
Bogor. (Skripsi).
Sakti, A. A., Panjono dan Rusman. 2013. Tingkat
hubungan antara variable penduga bobot daging (carcass cutability) karkas segar
sapi Sapi SimPo dan LimPo Jantan. J. Berita Biologi. 12 (3): 277-283.
Setiajatnika, E. 2011. Feasibility
study pendirian rumah potong hewan (RPH) di Kabupaten Bandung Barat. Co-Value. 2 (1) : 55-72.
Siagian,
P. H., S. Natasasmita, dan P. Silalahi. 2005. Pengaruh substitusi jagung dengan
corn gluten feed (cgf) dalam ransum terhadap kualitas karkas babi dan analisi ekonomi.
J. Med Pet. 28 (3)
: 100-108.
Sodiq, A dan Machfudin, B. 2012.Produktivitas
Sapi Potong pada Kelompok tani Ternak di pedesaan. J. Agripet. 12(1):28-33.
Soeparno.
2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Dalam : Sakti,
A. A., Panjono dan Rusman. 2013. Tingkat hubungan antara variable penduga bobot
daging (carcass cutability) karkas segar sapi Sapi SimPo
dan LimPo Jantan. J. Berita Biologi. 12 (3): 277-283.
Sudarmono, A.S dan Sugeng, Y.B. 2008. Sapi
Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susilorini, T, E., Manik, E, S dan Muharlien. 2008. Budidaya 22 Ternak
Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wea, R.,
B. B. Koten, dan T. N. I. Koni. 2013. Identifikasi komposisi tubuh babi Timor
jantan yang dipelihara secara ekstensif. Veteriner. 14 (3) : 385-364.
Yulianto, P dan
Cahyo, S. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Yulianto, P dan
Cahyo, S. 2014. Beternak Sapi Limousin. Penebar swadaya, Jakarta.
Zajulie, M.I., M. Nasich, T. Susilawati dan
Kuswati. 2015. Distribusi komponen
karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan
yang berbeda. Jurnal lmu Peternakan.25 (1): 24–34.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lay out bangunan
|
||||||||||
Lampiran 2. Struktur organisasi
STRUKTUR ORGANISASI
RUMAH PEMOTONGAN HEWAN
PENGGARON
Lampiran 3. Alur pemotongan ternak sapi
|
Lampiran 4. Alur pemotongan ternak
Babi
|
Lampiran 5. Perhitungan persentase karkas sapi dan babi
% Karkas Sapi =
(Bobot karkas/ bobot potong) x 100% = (263/470,9) x 100% = 55,85%
% Karkas Babi = (Bobot karkas/bobot potong) x 100% = (83/100) x 100% = 83%
SAPI BABI
Bobot (kg)
|
Persentase (%)
|
Bobot (kg)
|
Persentase (%)
|
Bobot potong = 470,9
|
|
Bobot potong = 100
|
|
Bobot Tubuh Kosong = 333,97
=
470,9 – 113,5
– 18,83
|
Persentase Tubuh Kosong
=(333,97/470,9) x 100% = 70,92
|
Bobot Saluran
Pencernaan = 5,61
|
Persentase Saluran Pencernaan
=
(5,61/100) x 100% = 5,61
|
Bobot Visera = 118,1
|
Persentase Visera
=
(118,1/470,9) x 100% = 25,07
|
Bobot Darah = 2
|
Persentase Darah
=
(2/100) = 2
|
Bobot Darah = 18,83
|
Persentase Darah
=
(18,83/470,9) x 100% = 3,9
|
Bobot Kepala = 7,28
|
Persentase Kepala
=
(7,28/100) x 100% = 7,28
|
Bobot Kaki = 9
|
Persentase Kaki
=
(9/470,9) x 100% = 2
|
Bobot Hati = 2,4
|
Persentase
Hati
=
(2,4/100) x 100% = 2,4
|
Bobot Kepala = 24
|
Persentase Kepala
=
(24/470,9) x 100% = 5,1
|
Bobot Karkas = 83
|
Persentase Karkas
=
(83/100) = 83
|
Bobot Hati = 4,6
|
Persentase Hati
=
(4,6/470,9) x 100% = 1,0
|
|
|
Bobot Kulit = 34
|
Persentase Kulit
=
(34/470,9) x 100% = 7,2
|
|
|
Bobot Karkas = 263
|
Persentase Karkas
=
(263/470,9) x 100% = 55,85
|
|
|
Total = 471,53
|
Total = 100
|
Total = 100
|
Total = 100
|
Lampiran 6. Dokumentasi
|
|
|
Tampak samping
|
Tampak depan
|
Pemotongan kepala
|
|
|
|
pengulitan
|
Penimbangan jeroan
|
Pengeluaran jeroan
|
|
|
|
Stunning
|
Pengeluaran Darah
|
Perebusan
|
|
|
|
Pemotongan kepala
|
Pengeluaran vischera
|
Karkas babi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar